Kamis, 21 Juli 2011

Miss. Irit

Irit itu beda tipis sama pelit? Hah kata sapa, menurut nggak tuh. Jadi, irit ituuuu adalah prinsip.
Jadi irit itu sama sekali tidak sama dengan pelit. Mesti kadang memang karena irit, jadi dibilang pelit.
Sebenernya sih aku sedang melakukan pembelaan aja sih. Hahaha
Gara-gara aku ini mendapat julukan pelit karena prinsip irit yang aku anut.
Sampai-sampai kemarin ada botol frestea dari tanganku malah dicibir “itu punya Lia?” “bukan, ini Santi yang Beli” “hah kirain Lia, nggak mungkin sih soalnya”
Alaamak sampai membeli Air Segar dalam kemasan saja mereka menganggap itu nggak mungkin?? Busseeet dah. Gubrak!!
Sejenak jadi kepikiran sih, apa ya aku segitu ngiritnya aku ya?
Bahkan sempet-sempetnya nih temen aku sampai ada yang membayangkan kalau aku nanti makan sama suami, pasti beli makannya cukup satu porsi. Alasannya klasik, biar romantis. Padahal irit.
Ya ampun ga segitunya kali, wong beli brownies kukus buat masku yang harganya dua hari makanku aja aku nggak keberatan. Huh

Dan akhirnya predikat, pelit, irit, profit oriented, rentenir dan sebagainya sekarang menempel di wajahku. Katanya kalau liat aku hawane keinget utang.
Parahnya nih kemarin waktu salah satu temanku ada yang sakit dan sulit untuk makan nasi karena makannya harus yang halus-halus. Ada yang berpikir aku akan menjadikan ini ladang bisnis.
Yah, mereka nggak tau sih padahal kalau pagi aku sempatkan untuk membelikannya bubur. Dan aku sama sekali tidak meminta ganti kok. Hiks
Tapi ya begitulah, seperti itu sosok aku yang sudah ter”frame” di otak mereka. Mau diapain juga tetap seperti itu. Tapi kadang apa yang dilihat orang lain, itulah sosok kita yang tidak bisa kita lihat sendiri. Misalnya saja melihat telinga sendiri. Sampai kapanpun juga aku tidak mampu melihatnya kecuali lewat cermin. Yang bisa melihatnya ya orang lain.
Huh, seandainya memang dalam hidupku yang terfikirkan olehku hanyalah dunia melulu maka sadarkan aku ya Rabb. “Dunyo ki ra di gowo mati”
Aku ini umat pertengahan, artinya antara dunia dan akhirat itu harus seimbang.

Sabtu, 02 Juli 2011

Jangan Malu Mengakui Identitas Diri

Rasulullah SAW bersabda :
Man’arafa nafsahu daqod ‘araffa rabbahu siapa saja yang mengenal dirinya, maka ia akan mengenal Rabb-nya.


Sekilas profil diri saya
1.Nama lengkap Liya Amsaroh, 19 tahun. panggilan dirumah ya tetep Lia sih. Kalau dirumah satunya berubah jadi nenek.
2.Anak kedua dari empat bersaudara laki-laki semua. Nasib punya saudara laki-laki semua *blas ra ono sing peka
3.Tinggi badan -+ 160cm, berat badan 43-48kg *tergantung
4.Golongan Darah : A
5.Berasal dari daerah yang sering dicibir bahasanya aneh,ngapak dan sekitarnya. Tepatnya Cilacap. But aku nggak peduli sih, yang penting bahasaku tidak merugikan pihak manapun. Haha, merugikan dink kadang *berisiknya
6.Mahasiswi akuntansi semester 4 yang belum balance membuat laporan keuangan.

Intro intro, pada initinya bukan itu. Tapi adalah bagaimana kita mencoba mengenali diri kita sehingga kita bisa mengenal Rabb kita.
Jadi alur berpikirnya gini, misal saja sebuah benda. Kita tidak tau bagaimana mengoperasikannya dan merawatnya, bahkan kegunaanya diciptakan. Pasti benda itu akan cepat habis pakai, bahkan sebelum umur ekonomisnya habis. Tapi kalau kita tau, dan menjalankannya sesuai aturan pasti benda itu akan bekerja maksimal dan kualitasnya tetap terjaga.
Sama halnya dengan kita sebagai manusia, kalau kita tau untuk apa kita diciptakan dan kita tau aturan mainnya kita tercipta. Jadilah kita manusia-manusia yang kualitas hidupnya senantiasa terjaga. Kita tau apa-apa saja kelebihan dan kekurangan kita. Pasti kita akan bisa memaknai hidup kita dan memperjuangkan untuk tujuan apa kita tercipta. Yah, semoga saudara-saudara bisa mengambil pelajaran dan tidak putus asa dalam mencari jati diri.
*tulisan ini dibuat karena aku sendiri masih dalam pencarian jatidiri, masih mencoba mengenal dan memahami serta mencoba mengendalikan diri sendiri

Identitas tidak hanya nama, alamat, dan sebagainya. jauh lebih ppenting dan menarik dari iru semua adalah kualitas dan karakter pribadi.